Kata lahir tersusun dalam darah
mengalir, mengikuti arus kegelapan
hati berdenyut, menembus bibir dan mulut
menuntut keadilan.
Dari tempat kelahiran yang ditinggalkan
kehadirannya semakin menjauh
tidak untuk pergi mengembara
dan mati di perantauan.
TKI, nasib hidupmu telah dipertaruhkan
yang penuh kemiskinan, bukan pilihannya
kepergiannya menjadi abu atau membatu.
Orang-orang berlalu lalang
kekuasaan datang dan pergi, silih berganti
meninggalkan duka nestapa.
Bumi pertiwi menyatu dengan air
membeku bersama kata-kata kemerdekaan
telah menjadi warisan persatuan
jiwa semangat yang menghubungkan
dengan mereka yang mati tanpa kuburan.
Ketika suasana bergetar hati gemetar
keberaniannya penuh pengorbanan
batin menjerit solidaritas kemana?
di masa kelam membias kepedihan
marilah menjalin makna kata keadilan.
Ah..bahasa manusia, yang terkumpul dalam katakata itu
membercak cahaya gelombang panjang kemunafikan,
turun-temurun kekuasaan anti rakyat diawetkan
melalui komunikasi aliran darah beracun
dibentuk dalam suasana kebisuan trauma.
Semua kumpulan kata manusia
disusun dalam kemelut kesunyian
tak ada intonasi kata kebenaran atas kematian
kasak kusuk politik di antara politisi berzinah
bahasa kebiadaban dirangkai menjadi bangsa kuli,
mulut berbicara tanpa menggerakkan bibir
tak peduli adalah kata kejahatan manusia.
MiRa - Amsterdam, 30 Nopember 2010
Siang pertama di bulan puasa bukanlah penyebab bintik-bintik keringat yang mulai bermunculan di kening para mahasiswa. Penyebabnya adalah ujian lisan mata kuliah Psikologi Pendidikan, dan wajah Bu Esti, dosen penguji, yang dalam sekejap bisa mengubah bintik keringat itu menjadi tetesan. Satu julukan untuk Bu Esti: Dosen Tanpa Ampun Terlalu lurus, terlalu disiplin, terlalu kaku. Wajahnya datar nyaris tanpa ekspresi Tapi sorot matanya bisa melunturkan keberanian sebelum satu kata pun terucap. Beberapa mahasiswa yang mendapat giliran sehari sebelumnya dikabarkan kehilangan suara, bahkan ada yang keluar dengan mata merah mau menangis. Di depan ruang sidang, sebuah lorong panjang menjadi tempat para mahasiswa menunggu giliran. Suasana hening, kecuali beberapa bisik- bisik panik dan buku catatan yang dibolak-balik tanpa benar-benar dibaca. Pintu ruang sidang terbuka. Asisten Bu Esti muncul, menyampaikan pesan bahwa siapa pun yang siap, dipersilakan maju lebih dulu. Tak...
Comments