Skip to main content

Wahai Kekasih, Dekap Aku dalam Cintamu

Oleh Jalaluddin Rumi

Asap yang menari bersama cinta –
Wahai Kekasih, dekap aku seperti asap yang menari itu
Panas yang membakar dalam api
Wahai kekasih, dekap aku seperti panas membakar api
Lilin cintaku terbakar oleh rasa kangen
Seperti lelehan lilin ia menangis
Seperti sumbu lilin yang terbakar habis
Wahai kekasih, dekap aku seperti lilin yang
meleleh karena sumbunya terbakar api
Saat sekarang kita berjalan bersama menyusuri jalan cinta
Tak dapat kita tidur lagi malam-malam
Di rumah penginapan pemusik menabuh genderang dan drum –
Wahai Kekasih, dekap aku seperti pejalan dan pemusik itu
Malam gelap, para pecinta tak terlelap
Jangan ganggu mereka dengan keinginan untuk tidur sejenak
Satu yang mereka inginkan, di sini bersama kita
Wahai Kekasih, dekap aku seperti para pencinta luapkan cinta
Penyatuan diri bagaikan sungai yang mengalir dengan
sepenuh godaan menuju laut
Malam nanti bulan akan mencium bintang-bintang
Majnun menjelma Laila –
Wahai Kekasih, dekap aku seperti mereka
Tuhan adalah segalanya
Ia menganugerahi kebaikan bagi penyair itu
Segala yang kusentuh dan kulihat berubah menjadi nyala cinta
Wahai Kekasih, dekap aku dalam pernyataan cinta yang serupa
Pada hari cintamu menyentuhku
Aku menjadi gila hingga kawanan orang gila
menjauhiku dan lari dariku
Kata-kata dari sang pujangga tak kan pernah menawan
mantra yang kau sorotkan ke jiwaku lewat gerak alis mata

Comments

Popular posts from this blog

Ten Thousand Lifetime

I will search for you through a Thousand Worlds and Ten Thousands of a Lifetime . Until I find you 47 ronin

Aku Ingin Melukis Rumah Untukmu, Anakku

Aku Ingin Melukis Rumah Untukmu, Anakku Sedang duduk kita di beranda Tangan-tangan kecilmu dan terang bola matamu Adakah bedanya Dengan gambar kecilku dulu Waktu kulukis rumah Tanpa pintu tanpa jendela Dan langit kelabu diatasnya Ingin kuhapus masa lalu Hari-hari terisak yang sukar engkau mengerti Sekarang dibelakangmu aku berdiri Sudahkah benar aku menjadi ayah Setelah memberimu beberapa Sesuatu yang tidak engkau pinta Namun aku harus melakukannya Selagi kental tinta kasih sayang kita Mungkin belum pudar persahabatan, kejujuran, Dan semua saja yang pernah kita bangun Menuliskan garis dan warna menawan Ingin aku melukis lagi sebuah rumah untukmu Dengan awan putih diatasnya Sebuah rumah yang terang Berpintu dan berjendela Agar bebas mengalir lalu lalang Bendera nurani kita 1995 Handrawan Nadesul