Sajak Ibunda
Oleh: WS Rendra
Mengenangkan ibu
adalah mengenang buah-buahan.
Istri adalah makanan utama.
Pacar adalah lauk pauk.
Dan Ibu
adalah pelengkap sempurna.
Kenduri besar kehidupan.
Wajahnya adalah langit senjakala
:
keagungan hari yang telah merampungkan
tugasnya.
Suaranya menjadi gema
dari bisikan hati nuraniku.
Mengingat ibu,
aku melihat janji baik kehidupan.
Mendengar suara ibu,
aku percaya akan kebaikan hati
manusia.
Melihat foto ibu,
Aku mewarisi naluri kejadian alam
semesta.
Berbicara dengan kamu,
saudara-saudaraku,
aku pun ingat bahwa kamu juga
punya ibu.
Aku jabat tanganmu,
aku peluk kamu di dalam
persahabatan.
Kita tidak ingin saling
menyakitkan hati,
agar kita kita tidak saling
menghina ibu kita masing-masing
yang selalu, bagai bumi, air dan
langit,
membela kita dengan kewajaran.
Maling punya ibu. Pembunuh punya
ibu.
Demikian pula koruptor, tiran,
facist,
wartawan amplop, dan anggota
parlemen yang dibeli,
mereka pun juga punya ibu.
Macam manakah ibu mereka?
Apakah ibu mereka bukan merpati
di langit jiwa?
Apakah ibu mereka bukan pintu
kepada alam?
Ibu, kini aku mengerti nilaimu.
Kamu adalah tugu kehidupanku,
yang tidak dibikin-bikin dan
hambar seperti Monas dan Taman Mini.
Kamu adalah Indonesia raya.
Kamu adalah hujan yang kulihat di
desa.
Kamu adalah hutan di sekitar
telaga.
Kamu adalah teratai kedamaian
samadhi.
Kamu adalah kidung rakyat jelata.
Kamu adalah kiblat hati nurani di
dalam kelakuanku
Comments