Kompas Minggu, 31 Oktober 2010 | 04:08 WIB
Dari dalam toko mainannya, seorang pria tua yang biasa dipanggil Tuan
Oeng oleh para pelanggannya menatap seorang gadis berseragam putih-merah yang
sedang terpaku di depan kaca etalase toko.
Sudah dua minggu ini di waktu yang sama, yaitu pukul 13.15, gadis itu
selalu berdiri di depan etalase toko.
”Bisa aku bantu?” tegur Tuan Oeng tersenyum ramah.
GADIS itu menoleh ke arah Tuan Oeng kemudian mengetuk kaca etalase.
”Berapa harga Lily?” tanya gadis itu kemudian.
Tuan Oeng menoleh ke arah etalase dan menemukan sebuah boneka bergaun
ungu yang ditunjuk oleh gadis berkepang dua itu.
”Lima puluh ribu rupiah,” jawabnya singkat.
”Mahal, ya...,” ujar gadis itu terdengar seperti menggumam. Ia kemudian
melangkah meninggalkan toko dan pemiliknya.
Keesokannya, Tuan Oeng kembali menemukan gadis kecil itu terpana di
depan etalase. Matanya bergeming dari Lily yang telah dipajang sejak dua minggu
lalu.
Kali ini Tuan Oeng tak menegur. Ia membiarkan saja gadis itu menatap
Lily sampai puas.
SAMPAI di suatu Minggu, Tuan Oeng melihat gadis itu datang bersama
seorang anak laki-laki yang lebih kecil. Keduanya mengendarai sepeda dan
memarkir sepeda tepat di depan etalase toko. Terlihat raut gembira di wajah gadis
itu.
”Selamat datang. Ada yang bisa dibantu, Nak?” sambut Tuan Oeng.
Kedua bocah itu adalah pembeli pertama di hari itu.
”Saya ingin membeli Lily,” ujar gadis itu mantap.
Tuan Oeng tersenyum. ”Apakah kau meminta orangtuamu untuk
membelikannya?” tanyanya.
Gadis itu menggeleng. ”Tidak, Pak. Saya memecahkan celengan yang sudah
saya isi sejak setahun.”
Tuan Oeng terpana memandang gadis kecil yang mulai berceloteh bangga
itu.
”Walaupun hanya memiliki empat puluh ribu dari uang celengan saya, Ayah
memberi uang dua puluh ribu untuk menutupi kekurangannya.”
Tuan Oeng mengangguk mengerti. ”Berarti kau sudah tak punya tabungan
lagi, ya?”
Gadis itu mengangguk. ”Kali ini iya, tetapi mulai besok saya akan makin
rajin menyisihkan uang jajan. Itu sebabnya Ayah melebihkan sepuluh ribu agar
saya dapat membeli celengan baru.”
Tuang Oeng mengacungkan kedua jempolnya tanda bangga. ”Hebat!” ujarnya.
SESAAT kemudian transaksi berlangsung. Gadis itu menulis nama dan
alamatnya. Kemudian ia membayar Lily dengan satu lembar uang lima puluh ribu.
”Bisakah Bapak membungkus Lily dengan rapi?” pinta gadis itu.
”Tentu. Untuk gadis kecil yang rajin menabung, Bapak akan bungkus dengan
kotak cantik berwarna ungu.”
Ketika sedang membungkus Lily, Tuan Oeng memerhatikan kedua bocah tadi berada
di depan rak mainan tentara.
”Aku akan menabung seperti Kakak agar bisa membeli paket mainan tentara
ini,” ujar bocah lelaki itu kepada kakak perempuannya.
”Kamu suka, ya?” tanya gadis kecil itu kepada adiknya.
”Iya. Hampir semua teman-temanku memilikinya. Namun, mana mungkin Ayah
membelikannya untukku,” nada bocah lelaki itu terdengar kecewa.
”Ayah, kan, pernah bilang kepada, kita jika kita menginginkan sesuatu,
kita harus berusaha sendiri. Namun, jika kita membutuhkan sesuatu, Ayah dan Ibu
akan membelikannya.”
BOCAH lelaki itu mengangguk. ”Aku akan berusaha keras seperti Kakak!
Aku akan menabung.”
”Sebaiknya kau menabung dengan cepat,” timpal satu anak buah Tuan Oeng,
masuk ke dalam percakapan.
”Paket mainan tentara itu edisi terbatas dan tidak diproduksi lagi. Di
toko ini bahkan hanya tinggal dua paket.”
Raut wajah bocah lelaki itu berubah kecewa. ”Benarkah? Ya....”
Gadis kecil itu menepuk pundak adiknya. Ia tidak bisa berkata apa-apa.
BEBERAPA saat kemudian kedua bocah itu sudah melangkah ke luar toko.
Namun, beberapa menit kemudian, gadis itu datang kembali ke toko sendirian. Ia
membawa sebuah kotak berwarna ungu.
”Maaf, Pak. Bolehkan saya menukar Lily dengan satu paket tentara edisi
terbatas itu?” ujar gadis itu.
Tuan Oeng terkejut dan terbengong sejenak. ”Kenapa kau mau menukarnya?”
Gadis itu menggeleng. ”Saya tidak tahu kenapa saya sedih setelah
mendapatkannya. Mungkin karena saya takut adik saya tidak bisa mendapatkan apa
yang ia mau. Sepertinya ia masih terlalu kecil untuk menabung cepat.”
Tuan Oeng tersenyum. Ia merasa gadis di depannya sudah dewasa. Padahal, gadis kecil itu dan adiknya sama-sama masih
kecil.
Transaksi penukaran berlangsung. Harga miniatur tentara itu lebih murah
sepuluh ribu rupiah daripada harga Lily.
KETIKA gadis itu keluar dari toko, Tuang Oeng sibuk menulis sesuatu di
atas kartu. Selesai menulis, ia memanggil salah satu anak buahnya dan berkata,
”Kirimkan kotak ungu ini ke alamat gadis kecil tadi. Ini alamat dan nomor
teleponnya.”
Anak buah Tuan Oeng sekilas membaca isi kartu ucapan yang ditulis Tuan
Oeng.
Tulisannya berbunyi:
”Untuk seorang kakak yang murah hati dan rajin menabung. Tertanda Tuan
Oeng, dari toko Hati.”
~Afifah
Muharikah. *Penulis Cerita Anak, Tinggal di Depok, Jawa Barat*
Comments